Selasa, 08 Maret 2016

Kesehatan Mental

Kesehatan Mental
A.    Konsep Sehat
1.      a. Dimensi Emosional
Menurut Goleman, emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah,
marah, sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan.
b. Dimensi Intelektual
Kesehatan intelektual meliputi usaha untuk secara terus-menerus tumbuh dan belajar untuk beradaptasi secara efektif dengan perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir, wawasannya, pemahamannya, alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat  secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
c. Dimensi Fisik
Menurut dimensi fisik, seseorang dikatakan sehat secara fisiologis (fisik) bila terlihat normal,  tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
d. Dimensi Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerja sama. Tingkah laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga, pernihakan, dan sesama lainnya, penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku.
e. Dimensi Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing. Sementara orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana  ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
Referensi:
https://books.google.co.id/books?id=qCg5hb- prEwC&pg=PA66&dq=sejarah+perkembangan+kesehatan+mental&hl=id&sa=X&ei=unj5VKCUEc63uQShtoHQCQ&redir_esc=y#v=onepage&q=sejarah%20perkembangan%20kesehatan%20mental&f=false

2.      Jelaskan Sejarah perkembangan kesehatan mental
SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Seperti juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.
Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
1.      Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2.      Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
3.      Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
4.      Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.
Kesehatan mental yang wajar adalah yang sanggup menikmati hidup ini, rela kepadanya, menerimanya dan sanggup membentuknya sesuai dengan kehendaknya.
Pemahaman terhadap kesehatan mental yang wajar memestikan akan pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan mental, seperti yang telah dijelaskan oleh para psikolog, yaitu motivasi (motivation), pertarungan psikologikal (psychologgical conflict), kerisauan (anciety), dan cara membela diri.
Mempelajari kesehatan pada berbagai ilmu itu pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:
1.      Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2.      Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3.      Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masayarakat.
4.      Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental masyarakat.
Beberapa zaman Kesehatan Mental di dunia
Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.


Zaman peradaban awal
1.      Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap
penyakit mental)
2.      Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)
3.      Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.
Era Pra Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.
2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.
Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.

Era Modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.
Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.
Referensi:
Syamsu Yusuf.2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
Aditiyawarman, Indra. Sejarah Perkembangan Gerakan Kesehatan Mental. Vol.4 No.1. 2010
3.  Jelaskan pendekatan kesehatan mental meliputi
a. Pendekatan Orientasi Klasik
Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak  ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental. Kesehatan Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu. Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
-Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu normal
-Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan  memperbaiki diri.
-Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.
b. Pendekatan Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu bermasalah: apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal dalam Orientasi ini :
1) Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
2) Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
c. Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan mental : pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm
Kriteria mental sehat dalam orientasi ini :
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanyasekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Referensi:

B. Teori Kepribadian Sehat
      I. Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis” Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” (en: Analitycal psychology) dan “psikologi individual” (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan: suatu metoda penelitian dari pikiran; suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut “psikoanalitis” berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.


struktur kepribadian dan terapi
a. Struktur kepribadian
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious).
Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.
b. Terapi
Intervensi khusus dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri: bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku itu.
Psikonaliasis disebut-sebut sebagai kekuatan pertama dalam aliran psikologi. Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an oleh Simund Freud, seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut abreaction, sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis, yang dia pelajari dari senior sekaligus sahabatnya, Dr. Josef Breuer. Bersama-sama dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, :”Studies in Histeria”. Kerjasamanya dengan Jean Martin Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis, dia banyak menggali tentang gejala-gejala psikosomatik dari pasien-pasien yang mengalami gangguan seksual.



Teori yang dihasilkan oleh psikoanalisa
Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu :
a. consciousness (alam sadar),
b. preconsciousness (ambang sadar) dan
c. unconsciousness (alam bawah sadar).
            Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan
bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia.
Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral.
            Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, seperti : identifikasi, proyeksi, fiksasi, agesi regresi, represi.
            Pemikiran Psikoanalisis dari Freud semakin terus berkembang, Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan Individual Psychology. Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.
            Carl Gustav Jung (1875-1961), salah seorang murid Freud yang kemudian berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut Analytical Psychology. Jung menekankan pada aspek ketidakadaran dengan konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah.
            Collective unconscious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype, yang terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama.
            Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isiIunconsciousness.
Hingga saat ini di Amerika Serikat tercatat sekitar 35 lembaga pelatihan Psikoanalisis yang telah terakreditasi oleh American Psychoanalytic Association dan terdapat lebih dari 3.000 lulusannya yang menjalankan praktik psikoanalisis. Pemikiran psikoanalisis tidak hanya berkembang di Amerika di hampir seluruh belahan Eropa dan belahan dunia lainnya.
Beberapa teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis, diantaranya :
(1) teori konflik;
(2) psikologi ego;
(3) teori hubungan-hubungan objek;
(4) teori struktural; dan sebagainya
Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, psikoanalisis merupakan salah satu aliran psikologi yang telah berhasil menguak sisi kehidupan manusia yang tidak bisa diamati secara inderawi. Psikoanalisis telah mengantarkan pelopornya, yaitu Sigmund Freud sebagai salah satu tokoh psikologi yang paling populer di Amerika pada abad ke-20.
 Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis :
a.   Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola
perkembangan yang ilmiah.
b.   Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar.
c.   Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego.
d.   Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya.
e.   Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan.

Referensi:
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental 1.Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama

II.        Aliran Beharviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsure subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.
Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif. Fungsionalisme Menjadi dasar bagi behaviorisme melalui pengaruhnya pada tokoh utama behaviorisme, yaitu Watson. Watson adalah murid dari Angell dan menulis disertasinya di University of Chicago. Dasar pemikiran Watson yang memfokuskan diri lebih proses mental daripada elemen kesadaran, fokusnya perilaku nyata dan pengembangan bidang psikologi pada animal psychology dan child psychology adalah pengaruh dari fungsionalisme. Meskipun demikian, Watson menunjukkan kritik tajam pada fungsionalisme.
prinsip aliran behaviorisme
·         Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
·         Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
·         Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
·         Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
·         Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
·         Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan. Terhadap aliran behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.



John B. Watson
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada            gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka
datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
·         Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
·         Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
·         Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.
B.F. Skinner
”Behaviorisme”, sebutan bagi aliran yang dianut Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner. Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman. Skinner, berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu .
Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:
·         Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled)
·         Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego
·         Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual. Kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali insting, adalah hasil belajar. Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon, sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku manusia. Para pendahulu aliran pemikiran ini adalah Isaac Newton dan Charles Darwin. Tokoh-tokoh lainnya yaitu Edward Thorndike, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan masih banyak lagi lainnya.
Teori belajar behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
·         Reinforcement and Punishment;
·         Primary and Secondary Reinforcement;
·         Schedules of Reinforcement;
·         Contingency Management
·         Stimulus Control in Operant Learning
·         The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.
Kepribadian yang sehat menurut behavioristik :
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan
lingkungannya.
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri.
3. Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang objektif.

Referensi:
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental 1.Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama

III.       Aliran Humanistik
                        Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
            Psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri. Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan
Dalil Utama dari Psikologi Humanistik
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu:
·         keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen;
·         manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya;
·         manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain;
·         manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan
·         manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian.
            Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik.
            Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya.   Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik.
                        Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa
Teori yang Dimiliki Humanistik
            Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah.
                        Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi. Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
                        Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
Referensi:
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental 1.Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
·         Membedakan aliran Psikoanalisa, Behaviorisme, Humanistik tentang kepribadian sehat.
1) Aliran Psikoanalisa berdasarkan pada pikiran sebagai subjek psikologi, sementara Behavioristik berdasarkan atas perilaku, dan Humanistik berdasarkan pada kemampuan yang terdapat pada diri setiap individu
2) Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme memandang pesimistis terhadap kodrat manusia yaitu manusia dianggap sakit / pincang menurut aliran Psikoanalisa dan manusia dianggap tidak memiliki sikap jati diri menurut aliran Behavioristik, sementara aliran Humanistik memandang optimistik terhadap kodrat manusia yang menganggap bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk berbuat lebih baik dan berkembang melampaui kekuatan negative yang menghambat.
3) Dalam aliran Psikoanalisa dan Behavioristik, keduanya mengabaikan segala potensi yang berada didalam diri individu, semntara aliran Humanistik menganggap bahwa potensi dalam diri manusia merupakan sumber utama untuk mewujudkan diri menjadi lebih baik
4) Aliran Psikoanalisa berpendapat bahwa manusia berasal dari konflik masa kanak – kanak dan tekanan – tekanan biologis, sedangkan aliran Behavioristik berpendapat bahwa manusia berasal dari suatu sitem kompleks yang bertingkah laku menurut cara sesuai hokum yang ada, sementara menurut aliran Humanistik mengatakan bahwa manusia berasal dari keinginannya untuk menjadi lebih baik melalui kemampuan / potensi yang dimilikinya.
Referensi:
-Rianti,B.P. Dwi, Hendro Prabowo, Ira Pusritawati,1996, Psikologi Umum, Seri Diktat Kuliah.
-Catatan Psikologi Umum 1, Semester 1, Jurusan Psikologi, 2009.

IV.       Pendapat Allport
            1. Jelaskan perkembangan propium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang sehat.
            2. Sebutkan ciri-ciri kepribadian yang matang menurut allport.
                        Allport mengemukakan bahwa semua fungsi diri atau fungsi egoyang telah dijelaskan disebut dengan fungsi proprium dari kepribadian. Fungsi-fungsi ini termasuk perasaan jasmaniah, identitas diri, harga diri, perluasan diri, rasa keakuan, pemikiran rasional, gambaran diri, usaha proprium, gaya kognitif dan fungsi mengenal. Semuanya merupakan bagian yang sebenarnya dan vital dari kepribadian. Fungsi-fungsi tersebut sama-sama memiliki suatu arti fenomenal dan “ makna penting”. Fungsi-fungsi itu bersama disebut sebagai proprium. Proprium itu tidak dibawa sejak lahir, melainkan berkembang karena usia.
Allport menunjukkan tujuh aspek dalam perkembangan proprium atau ke-diri-sendiri-an (self hood). Selama 3 tahun pertama, tiga aspek muncul, yakni : rasa diri jasmaniah, rasa identitas-diri berkesinambungan dan harga-diri atau rasa bangga. Antara usia 4 sampai 6 tahun, dua aspek lainnya muncul, yakni : perluasan diri (the extension of self), dan gambaran diri. Suatu waktu antara usia 6 dan 12 tahun, anak mengembangkan kesadaran-diri sehingga ia dapat menanggulangi masalah-masalahnya dan akal pikiran. Selama masa remaja, munculah intensi-intesi, tujuan-tujuan jangka panjang, dan cita-cita yang masih jauh. Aspek-aspek ini disebut usaha proprium.
Dengan penjelasan seperti dia atas, Allport ingin menghindari pendapat yang mengundang pertanyaan dari banyak teoritikus yang menyatakan bahwa diri atau ego itu serupa manusia mikro (homunculus) atau “ manusia yang berada di dalam dada” yang melakukan tugas mengorganisasikan, memegang kendali dan menjalankan sistem kepribadian. Ia mengakui pentingnya semua fungsi psikologis yang bersumber pada diri dan ego, namun ia berusaha keras menghindari teori yang memandang diri dan ego sebagai pelaku atau penggerak kepribadian.
Bagi allport, diri dan ego dapat digunakan sebagai kata sifat untuk menunjukkan fungsi-fungsi proprium di dalam seluruh bidang kepribadian.
Allport ingin menghilangkan kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang terkandung dalam pembicaraan-pembicaraan tentang diri dengan membuang kata itu dan menggantikannya dengan suatu kata lain yang akan membedakan konsepnya tentang “diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium dan dapat didefinisikan dengan memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam kata “appropriate”. Propirum menunjukkan kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang itu berarti bahwa proparium (atau self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Ada 7 tingkatan perkembangan proprium
1). Diri Jasmaniah
Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri, perasaan tentang diri bukan bagian dari warisan keturunan kita. Bayi tidak dapat membedakan antara diri (”saya”) dan dunia sekitarnya. Berangsur-angsur, dengan makin bertambah kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman preseptual, maka akan berkembang suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada ”dalam saya” dan hal-hal lain diluarnya”.
2). Identitas Diri
Pada tingkatan ke 2 perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah.
3). Harga Diri
Tingkat ke 3 dalam perkembangan proprium ialah timbulnya harga diri. Hal ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri pada tingkat ini, anak ingin membuat benda-benda, menyelidiki dan memuaskan perasaan ingin tahunya tentang lingkungan, memanipulasi dan mengubah lingkungan itu.
4). Perluasan Diri (Self Extension)
Tingkat perkembangan diri berikutnya, perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut.
5). Gambaran Diri
Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatannya tentang dirinya, gambara ini (atau rangkaian gambaran-gambaran) berkembang dari interaksi-interaksi antara orang tua dan anak.
6). Diri Sendiri Pelau Rasional
Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai prilaku rasional mulai timbul aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman sekolah serta hal yang lebih ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual.
7). Perjuangan Diri
Dalam masa adolesensi, kembangan diri (self hood) timbul, allport percaya bahwa masa adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari identitas diri yang baru, sangat berbeda dari identitas diri pada usia 2 tahun. Pertanyaan “siapakah saya” sangat penting.
Tujuan tingkat diri atau proprium ini berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi. Suatu kegagalan atau kekecewaan yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat berikutnya serta menghambat integrasi harmonis. Dari tingkat-tingkat itu dalam proprium dengan demikian pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan kepribadian yang sehat.
Referensi:
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat.Yogyakarta: Kanisius.

                        2. Sebutkan ciri-ciri kepribadian yang matang menurut allport.
Dalam diri individu yang matang kita menemukan seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganisasi dan harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang masak adalah seperangkat sifat yang terorganisir dan seimbang yang mengawali dan membimbing tingkah laku sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.
Tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh. Ada individu-individu yang sudah dewsa namun motivasi-motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang dewasa bertingkah laku mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi sejauh mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang berasal dari masa kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan mereka. Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita menemukan orang dewasa yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia bertingkah laku demikian, yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi kini atau pada masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri atau kriteria dari kerpibadian yang matang menurut Allport yaitu :
A. Perluasan diri (extension of the self).
Artinya hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada sekumpulan aktifitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus dapat mengambil bagian dan menikmati macam-macam aktivitas yang berbeda-beda. Salah satu aspek dari perluasan diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni merencanakan dan mengharapkan.
B. Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain (Warm relating of self to other), baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki dasar rasa aman dan menerima dirinya sendiri.
C. Memiliki orientasi yang realistik (Self Objectification).
Dua komponen utama dari  Self Objectification adalah humor dan insight. Insight disini adalah kapasitas individu untuk memahami dirinya sendiri, meskipun tidak jelas bagaimana menemukan suatu standar yang cocok untuk membandingkan kepercayaan-kepercayaan individu yang bersangkutan. Perasaan humor tidak hanya menunjukkan kapasitas untuk menemukan kesenangan dan gelak tawa dalam hal sehari-hari, tetapi juga kemampuan untuk membina hubungan-hubungan positif dengan diri sendiri dan dengan objek-objek yang dicintai, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
D. Filsafat hidup (Philosophy of life).
Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.
E. Kemampuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional security).
Masalah disini adalah masalah yang menyinggung drives spesifik (misalnya, menerima dorongan seks, memuaskan sebaik mungkin, tidak menghalangi tetapi juga tidak membiarkan bebas) dan mentoleransi frustasi, perasaan seimbang.
F. Realistic perceptions, skill, assignments,
Kemampuan memandang orang, obyek dan situasi seperti apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah , memiliki keterampilan yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau tingkah laku destruksi diri lainnya.
Referensi:
Hall, S Calvin. 1993. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta : Kanisius
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali Pers
Hand Out pengantar Psikologi Kepribadian, non Psikoanalitik.