Kesehatan Mental
A.
Konsep Sehat
1. a.
Dimensi Emosional
Menurut Goleman,
emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah,
marah, sedih, senang. Orang yang
sehat secara emosi dapat terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol
dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak
berlebihan.
b. Dimensi Intelektual
Kesehatan intelektual meliputi usaha
untuk secara terus-menerus tumbuh dan belajar untuk beradaptasi secara efektif
dengan perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir, wawasannya, pemahamannya,
alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat secara intelektual yaitu jika seseorang
memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki
nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
c. Dimensi Fisik
Menurut dimensi fisik, seseorang
dikatakan sehat secara fisiologis (fisik) bila terlihat normal, tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak
kekurangan sesuatu apapun. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak
merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif
tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan.
d. Dimensi Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila
seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik,
tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Sehat secara sosial
dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan
sekitarnya mampu untuk bekerja sama. Tingkah laku manusia dalam kelompok
sosial, keluarga, pernihakan, dan sesama lainnya, penerimaan norma sosial dan
pengendalian tingkah laku.
e. Dimensi Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan
kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama
masing-masing. Sementara orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang
memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap
sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang
diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional. Spiritual sehat
tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
Referensi:
https://books.google.co.id/books?id=qCg5hb-
prEwC&pg=PA66&dq=sejarah+perkembangan+kesehatan+mental&hl=id&sa=X&ei=unj5VKCUEc63uQShtoHQCQ&redir_esc=y#v=onepage&q=sejarah%20perkembangan%20kesehatan%20mental&f=false
2. Jelaskan
Sejarah perkembangan kesehatan mental
SEJARAH
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental bukan suatu hal yang
baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano
merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah
memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu,
khususnya di bidang kesehatan mental. Untuk lebih lanjutnya, berikut
dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Seperti juga psikologi yang
mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di
dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun
yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu orang
menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat
dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam
penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai
besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang
mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya
ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu
contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena
penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa
pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya
teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah,
dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai
kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir
wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha
menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang
gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32
rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas
jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad
ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula
memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham
Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam
beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya
perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut.
Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima
hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak
lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam
rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers
bisa sembuh.
Di dalam bukunya ”A Mind That Found
Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap
tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi,
tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara
pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan
Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat
disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program
nasional, yang berisikan:
1. Perbaikan
dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
2. Kampanye
memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan
lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan
mental.
3. Memperbanyak
riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan
mengembangkan terapi penyembuhannya.
4. Memperbesar
usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan
gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para
psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf
Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu
gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi
Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The
National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya
hingga akhir hayatnya.
Kesehatan mental yang wajar adalah
yang sanggup menikmati hidup ini, rela kepadanya, menerimanya dan sanggup
membentuknya sesuai dengan kehendaknya.
Pemahaman terhadap kesehatan mental
yang wajar memestikan akan pengetahuan tentang konsep dasar kesehatan mental,
seperti yang telah dijelaskan oleh para psikolog, yaitu motivasi (motivation),
pertarungan psikologikal (psychologgical conflict), kerisauan (anciety), dan
cara membela diri.
Mempelajari kesehatan pada berbagai
ilmu itu pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:
1. Memahami
makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami
pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental.
3. Memiliki
kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental
masayarakat.
4. Meningkatkan
kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya gangguan mental
masyarakat.
Beberapa zaman Kesehatan Mental di
dunia
Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami
gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.
Zaman peradaban awal
1. Phytagoras
(orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap
penyakit mental)
2. Hypocrates
(Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)
3. Plato
(gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi
dari dewa dewa)
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa negara
Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal
anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.
Era Pra Ilmiah
1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental
telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme
bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani
kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya
dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka
mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.
2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa
gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak
pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan,
Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan
mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang
melukai badan anda.
Seorang dokter Perancis, Philipe
Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk
memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit
Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan
tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan
mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit.
Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan
kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
Era
Modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan
cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi
abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813)
menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada
24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada
waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan
penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan
mereka sekali-kali diguyur dengan air.
Rush melakukan suatu usaha yang
sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental
tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush
mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk
mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada tahun 1909, gerakan mental
Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini
tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya
itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia
terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan
gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Secara hukum, gerakan mental hygiene
ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika
Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program
jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga
masyarakat.
Pada tahun 1950, organisasi mental
hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for
Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun
1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di
belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation
forMental Health dan The World Health Organization.
Referensi:
Syamsu Yusuf.2009. Mental Hygiene. Bandung
: Maestro
Aditiyawarman, Indra. Sejarah Perkembangan
Gerakan Kesehatan Mental. Vol.4 No.1. 2010
3. Jelaskan pendekatan kesehatan mental meliputi
a. Pendekatan Orientasi Klasik
Sehat
fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi,
pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan
dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah
kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada
keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya
secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai
untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan
pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental
belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat
menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental. Kesehatan Mental :
terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit
jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak
sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
-Simptom-simptom
bisa terdapat juga pada individu normal
-Rasa
tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
-Sehat
atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.
b.
Pendekatan Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu
bermasalah: apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar
dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal
dalam Orientasi ini :
1)
Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
2)
Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya
dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak
dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang
absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain
yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan
perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku
yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan
agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya
tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat
dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat
mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya?
Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat
mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak
ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari
orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap
‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit
mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental
berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat
menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya
bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada
umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika
kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental.
Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai
kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan
mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
c. Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan mental : pengetahuan dan perbuatan yang
tujuannya untuk
mengembangkan
dan memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga
membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan
penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm
Kriteria
mental sehat dalam orientasi ini :
1.
Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang
buruk)
2.
Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan
dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi
pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal
pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat
menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan
tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada
perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah
yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental
atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan
emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga
hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa
kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat
menganggap bahwa kesehatan mental hanyasekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan
masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan
kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan
dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu,
dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Referensi:
B.
Teori Kepribadian Sehat
I. Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan
oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku
psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6
Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada mulanya
istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja,
sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis” Freud sama artinya. Bila beberapa
pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan
sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih
suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah
Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis”
(en: Analitycal psychology) dan “psikologi individual” (en: Individual
psychology) bagi ajaran masing-masing. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:
suatu metoda penelitian dari pikiran; suatu ilmu pengetahuan sistematis
mengenai perilaku manusia; dan suatu metoda perlakuan terhadap penyakit
psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada
setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman
aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam
perlakuan yang disebut “psikoanalitis” berbeda-beda sebagaimana berbagai teori
yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan
ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah
satu aliran terbesar dalam psikologi. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis
juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.
struktur kepribadian dan terapi
a. Struktur kepribadian
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan
kesadaran, yakni sadar (en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan
tak-sadar (unconscious).
Aliran
psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang
dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas,
khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan
konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan
karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk
menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.
b. Terapi
Intervensi khusus dari seorang penganalisis biasanya
mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan,
dan perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang berkontribusi
terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi yang
menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien
secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri:
bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh
pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi
dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang
sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari
bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar
untuk menghentikan perilaku itu.
Psikonaliasis disebut-sebut sebagai kekuatan pertama
dalam aliran psikologi. Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an
oleh Simund Freud, seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara
pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala
neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut
abreaction, sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis, yang dia
pelajari dari senior sekaligus sahabatnya, Dr. Josef Breuer. Bersama-sama
dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang
menjadi bahan bagi tulisannya, :”Studies in Histeria”. Kerjasamanya dengan Jean
Martin Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis, dia banyak menggali tentang
gejala-gejala psikosomatik dari pasien-pasien yang mengalami gangguan seksual.
Teori
yang dihasilkan oleh psikoanalisa
Freud
berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam
tiga bagian yaitu :
a.
consciousness (alam sadar),
b.
preconsciousness (ambang sadar) dan
c.
unconsciousness (alam bawah sadar).
Dari ketiga aspek kesadaran,
unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan
perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan
ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness
berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau
ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari
mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud
mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan mengembangkan “mind
apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi
konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian,
seluruhnya tidak disadari dan
bekerja menurut prinsip
kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
Ego
berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan
mengambil keputusan atas perilaku manusia.
Superego,
berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego
merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral.
Apabila terjadi pelanggaran nilai,
superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi
ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil
diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam
rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif
/pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa
bermacam-macam, seperti : identifikasi, proyeksi, fiksasi, agesi regresi,
represi.
Pemikiran Psikoanalisis dari Freud
semakin terus berkembang, Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang
berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan Individual
Psychology. Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari
teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha
diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan
inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena
kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi
ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang
memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas
tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority
dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya
penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for
superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan.
Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif
terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang
lebih berorientasi ke masa lalu.
Carl Gustav Jung (1875-1961), salah
seorang murid Freud yang kemudian berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang
disebut Analytical Psychology. Jung menekankan pada aspek ketidakadaran dengan
konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada
pada seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia
yang tidak berubah.
Collective unconscious terdiri dari
jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada
masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan
lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena
didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang
diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype, yang terbentuk
dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama.
Ada beberapa archetype mendasar
pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi
isiIunconsciousness.
Hingga
saat ini di Amerika Serikat tercatat sekitar 35 lembaga pelatihan Psikoanalisis
yang telah terakreditasi oleh American Psychoanalytic Association dan terdapat lebih
dari 3.000 lulusannya yang menjalankan praktik psikoanalisis. Pemikiran
psikoanalisis tidak hanya berkembang di Amerika di hampir seluruh belahan Eropa
dan belahan dunia lainnya.
Beberapa
teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis, diantaranya :
(1)
teori konflik;
(2)
psikologi ego;
(3)
teori hubungan-hubungan objek;
(4)
teori struktural; dan sebagainya
Terlepas
dari kontroversi yang menyertainya, psikoanalisis merupakan salah satu aliran
psikologi yang telah berhasil menguak sisi kehidupan manusia yang tidak bisa
diamati secara inderawi. Psikoanalisis telah mengantarkan pelopornya, yaitu
Sigmund Freud sebagai salah satu tokoh psikologi yang paling populer di Amerika
pada abad ke-20.
Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis :
a. Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu
jika individu bergerak menurut pola
perkembangan yang ilmiah.
b. Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan
kecemasan, dengan belajar.
c. Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi
dari superego terhadap id dan ego.
d. Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan
pada mentalnya.
e. Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai
dorongan dan keinginan.
Referensi:
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar
psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi
pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental
1.Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar
Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
II. Aliran
Beharviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang
didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku
harus merupakan unsure subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran
revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup
dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang
menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga
psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata
sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang
perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan
penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism.
Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang
masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses
mental.
Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang
tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme
memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa
bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya
dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia
buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris
memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum
behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat
subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir
dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.
Fungsionalisme Menjadi dasar bagi behaviorisme melalui pengaruhnya pada tokoh
utama behaviorisme, yaitu Watson. Watson adalah murid dari Angell dan menulis
disertasinya di University of Chicago. Dasar pemikiran Watson yang memfokuskan
diri lebih proses mental daripada elemen kesadaran, fokusnya perilaku nyata dan
pengembangan bidang psikologi pada animal psychology dan child psychology
adalah pengaruh dari fungsionalisme. Meskipun demikian, Watson menunjukkan
kritik tajam pada fungsionalisme.
prinsip aliran behaviorisme
·
Perilaku nyata dan terukur memiliki makna
tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
·
Aspek mental dari kesadaran yang tidak
memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
·
Penganjur utama adalah Watson : overt,
observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi
yang benar.
·
Dalam perkembangannya, pandangan Watson
yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas
ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga
menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal
juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
·
Aliran behaviorisme juga menyumbangkan
metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu
psikologi.
·
Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey,
1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan
yang lebih belakangan. Terhadap aliran behaviorisme ini, kritik umumnya
diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan
menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan
kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.
John B. Watson
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan
pendekatan yang tidak ada gunanya.
Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka
datanya
harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya
dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan
psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek
dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya
perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan
berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran
behaviorisme:
·
Menekankan respon terkondisi sebagai
elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir
dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi
manusia dan hewan.
·
Perilaku adalah dipelajari sebagai
konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk
karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang
baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan
individu akan belajar dari semua itu.
·
Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia
dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk
menjelaskan perilaku manusia.
B.F. Skinner
”Behaviorisme”, sebutan bagi aliran yang dianut
Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal
pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi
stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil
jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner. Psikologi
stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk
perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon
itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya
perubahan pola ganjaran dan hukuman. Skinner, berpendapat kepribadian terutama
adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu .
Meskipun pembawaan genetis turut berperan,
kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan
dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam
sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:
·
Perilaku itu terjadi menurut hukum
(behavior can be controlled)
·
Skinner menekankan bahwa perilaku dan
kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id
atau Ego
·
Perilaku manusia tidak ditentukan oleh
pilihan individual. Kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena
menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali insting, adalah hasil
belajar. Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses
belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon, sebagai penjelasan
terpenting tentang tingkah laku manusia. Para pendahulu aliran pemikiran ini
adalah Isaac Newton dan Charles Darwin. Tokoh-tokoh lainnya yaitu Edward
Thorndike, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan masih banyak lagi
lainnya.
Teori
belajar behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
·
Reinforcement and Punishment;
·
Primary and Secondary Reinforcement;
·
Schedules of Reinforcement;
·
Contingency Management
·
Stimulus Control in Operant Learning
·
The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner.
Kepribadian yang sehat menurut behavioristik :
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti
orang lain dan
lingkungannya.
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan
dipengaruhi oleh pengalaman sangat
dipengaruhi
oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan
sendiri.
3.
Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang
objektif.
Referensi:
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar
psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi
pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental
1.Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar
Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
III. Aliran
Humanistik
Psikologi humanistik merupakan salah
satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar
pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl
Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya
mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Psikologi humanistik muncul sebagai
reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai
“kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai
kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis
ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang
dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang
sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan
dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri. Kekuatan psikologi yang
kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya
tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua
perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan
Dalil Utama dari Psikologi Humanistik
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik
sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan
lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu
untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung
jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental
(1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik,
yaitu:
·
keberadaan manusia tidak dapat direduksi
ke dalam komponen-komponen;
·
manusia memiliki keunikan tersendiri dalam
berhubungan dengan manusia lainnya;
·
manusia memiliki kesadaran akan dirinya
dalam mengadakan hubungan dengan orang lain;
·
manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat
bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan
·
manusia memiliki kesadaran dan sengaja
untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Terdapat
beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap
perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari
kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa
seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya,
bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri,
melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian.
Dari pemikiran Abraham Maslow
(1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang
dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang
motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam
pendidikan humanistik.
Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses
berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia
menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang
perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat
berusaha menjadi lebih baik.
Carl Rogers berjasa besar dalam
mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan.
Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya
pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan
melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk
pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara
guru dengan siswa
Teori yang Dimiliki Humanistik
Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan
lebih berdasarkan pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada
pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000).
Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan
perilaku manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang
salah kaprah.
Tentunya hal ini merupakan kritikan
terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan
kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi. Sebaliknya, psikologi
humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat
memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan
sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari psikologi
humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah
satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered
therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan
memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki
jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing
klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan
pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau
pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan
terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan
alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara
keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental,
dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan
humanistik ini.
Referensi:
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar
psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi
pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Semioun, yustinus.2006. Kesehatan Mental
1.Yogyakarta : Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja.2010.Pengantar
Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama
·
Membedakan aliran Psikoanalisa,
Behaviorisme, Humanistik tentang kepribadian sehat.
1) Aliran Psikoanalisa berdasarkan
pada pikiran sebagai subjek psikologi, sementara Behavioristik berdasarkan atas
perilaku, dan Humanistik berdasarkan pada kemampuan yang terdapat pada diri
setiap individu
2) Aliran Psikoanalisa dan
Behaviorisme memandang pesimistis terhadap kodrat manusia yaitu manusia
dianggap sakit / pincang menurut aliran Psikoanalisa dan manusia dianggap tidak
memiliki sikap jati diri menurut aliran Behavioristik, sementara aliran
Humanistik memandang optimistik terhadap kodrat manusia yang menganggap bahwa
setiap manusia memiliki kemampuan untuk berbuat lebih baik dan berkembang
melampaui kekuatan negative yang menghambat.
3) Dalam aliran Psikoanalisa dan
Behavioristik, keduanya mengabaikan segala potensi yang berada didalam diri
individu, semntara aliran Humanistik menganggap bahwa potensi dalam diri
manusia merupakan sumber utama untuk mewujudkan diri menjadi lebih baik
4) Aliran Psikoanalisa berpendapat
bahwa manusia berasal dari konflik masa kanak – kanak dan tekanan – tekanan
biologis, sedangkan aliran Behavioristik berpendapat bahwa manusia berasal dari
suatu sitem kompleks yang bertingkah laku menurut cara sesuai hokum yang ada,
sementara menurut aliran Humanistik mengatakan bahwa manusia berasal dari
keinginannya untuk menjadi lebih baik melalui kemampuan / potensi yang
dimilikinya.
Referensi:
-Rianti,B.P. Dwi, Hendro Prabowo, Ira
Pusritawati,1996, Psikologi Umum, Seri Diktat Kuliah.
-Catatan Psikologi Umum 1, Semester 1,
Jurusan Psikologi, 2009.
IV. Pendapat
Allport
1.
Jelaskan perkembangan propium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang
sehat.
2.
Sebutkan ciri-ciri kepribadian yang matang menurut allport.
Allport
mengemukakan bahwa semua fungsi diri atau fungsi egoyang telah dijelaskan
disebut dengan fungsi proprium dari kepribadian. Fungsi-fungsi ini termasuk
perasaan jasmaniah, identitas diri, harga diri, perluasan diri, rasa keakuan,
pemikiran rasional, gambaran diri, usaha proprium, gaya kognitif dan fungsi
mengenal. Semuanya merupakan bagian yang sebenarnya dan vital dari kepribadian.
Fungsi-fungsi tersebut sama-sama memiliki suatu arti fenomenal dan “ makna
penting”. Fungsi-fungsi itu bersama disebut sebagai proprium. Proprium itu
tidak dibawa sejak lahir, melainkan berkembang karena usia.
Allport menunjukkan tujuh aspek dalam perkembangan
proprium atau ke-diri-sendiri-an (self hood). Selama 3 tahun pertama, tiga
aspek muncul, yakni : rasa diri jasmaniah, rasa identitas-diri berkesinambungan
dan harga-diri atau rasa bangga. Antara usia 4 sampai 6 tahun, dua aspek
lainnya muncul, yakni : perluasan diri (the extension of self), dan gambaran
diri. Suatu waktu antara usia 6 dan 12 tahun, anak mengembangkan kesadaran-diri
sehingga ia dapat menanggulangi masalah-masalahnya dan akal pikiran. Selama
masa remaja, munculah intensi-intesi, tujuan-tujuan jangka panjang, dan
cita-cita yang masih jauh. Aspek-aspek ini disebut usaha proprium.
Dengan penjelasan seperti dia atas, Allport ingin
menghindari pendapat yang mengundang pertanyaan dari banyak teoritikus yang
menyatakan bahwa diri atau ego itu serupa manusia mikro (homunculus) atau “
manusia yang berada di dalam dada” yang melakukan tugas mengorganisasikan, memegang
kendali dan menjalankan sistem kepribadian. Ia mengakui pentingnya semua fungsi
psikologis yang bersumber pada diri dan ego, namun ia berusaha keras
menghindari teori yang memandang diri dan ego sebagai pelaku atau penggerak
kepribadian.
Bagi allport, diri dan ego dapat digunakan sebagai
kata sifat untuk menunjukkan fungsi-fungsi proprium di dalam seluruh bidang
kepribadian.
Allport
ingin menghilangkan kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang
terkandung dalam pembicaraan-pembicaraan tentang diri dengan membuang kata itu
dan menggantikannya dengan suatu kata lain yang akan membedakan konsepnya
tentang “diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium
dan dapat didefinisikan dengan memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti
dalam kata “appropriate”. Propirum menunjukkan kepada sesuatu yang dimiliki
seseorang atau unik bagi seseorang itu berarti bahwa proparium (atau self)
terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi
seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik.
Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Ada
7 tingkatan perkembangan proprium
1). Diri Jasmaniah
Kita
tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri, perasaan tentang diri
bukan bagian dari warisan keturunan kita. Bayi tidak dapat membedakan antara
diri (”saya”) dan dunia sekitarnya. Berangsur-angsur, dengan makin bertambah
kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman preseptual, maka akan berkembang
suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada ”dalam saya” dan hal-hal
lain diluarnya”.
2).
Identitas Diri
Pada
tingkatan ke 2 perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak mulai
sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah.
3).
Harga Diri
Tingkat
ke 3 dalam perkembangan proprium ialah timbulnya harga diri. Hal ini menyangkut
perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan
benda-benda atas usahanya sendiri pada tingkat ini, anak ingin membuat
benda-benda, menyelidiki dan memuaskan perasaan ingin tahunya tentang
lingkungan, memanipulasi dan mengubah lingkungan itu.
4).
Perluasan Diri (Self Extension)
Tingkat
perkembangan diri berikutnya, perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun, anak
sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya dan
fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut.
5).
Gambaran Diri
Gambaran
diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukan bagaimana anak
melihat dirinya dan pendapatannya tentang dirinya, gambara ini (atau rangkaian
gambaran-gambaran) berkembang dari interaksi-interaksi antara orang tua dan
anak.
6).
Diri Sendiri Pelau Rasional
Setelah
anak mulai sekolah, diri sebagai prilaku rasional mulai timbul aturan-aturan
dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman sekolah serta hal
yang lebih ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan
intelektual.
7).
Perjuangan Diri
Dalam
masa adolesensi, kembangan diri (self hood) timbul, allport percaya bahwa masa
adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari
identitas diri yang baru, sangat berbeda dari identitas diri pada usia 2 tahun.
Pertanyaan “siapakah saya” sangat penting.
Tujuan tingkat diri atau proprium ini berkembang dari
masa bayi sampai masa adolesensi. Suatu kegagalan atau kekecewaan yang hebat
pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat berikutnya serta
menghambat integrasi harmonis. Dari tingkat-tingkat itu dalam proprium dengan
demikian pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam
perkembangan kepribadian yang sehat.
Referensi:
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan
Model-Model Kepribadian Sehat.Yogyakarta: Kanisius.
2.
Sebutkan ciri-ciri kepribadian yang matang menurut allport.
Dalam diri individu yang matang kita menemukan seorang
pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang
terorganisasi dan harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang masak adalah
seperangkat sifat yang terorganisir dan seimbang yang mengawali dan membimbing
tingkah laku sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.
Tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh.
Ada individu-individu yang sudah dewsa namun motivasi-motivasinya masih
bersifat kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang dewasa bertingkah laku
mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi sejauh mana
mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan sejauh mana
sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang berasal
dari masa kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan
mereka. Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita menemukan orang
dewasa yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia bertingkah laku
demikian, yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi kini atau pada masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri atau kriteria dari kerpibadian yang
matang menurut Allport yaitu :
A. Perluasan diri (extension of the self).
Artinya
hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada sekumpulan aktifitas yang erat
hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus
dapat mengambil bagian dan menikmati macam-macam aktivitas yang berbeda-beda.
Salah satu aspek dari perluasan diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni
merencanakan dan mengharapkan.
B.
Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain (Warm relating of
self to other), baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam,
memiliki dasar rasa aman dan menerima dirinya sendiri.
C.
Memiliki orientasi yang realistik (Self Objectification).
Dua komponen utama dari Self Objectification adalah humor dan
insight. Insight disini adalah kapasitas individu untuk memahami dirinya
sendiri, meskipun tidak jelas bagaimana menemukan suatu standar yang cocok
untuk membandingkan kepercayaan-kepercayaan individu yang bersangkutan.
Perasaan humor tidak hanya menunjukkan kapasitas untuk menemukan kesenangan dan
gelak tawa dalam hal sehari-hari, tetapi juga kemampuan untuk membina
hubungan-hubungan positif dengan diri sendiri dan dengan objek-objek yang
dicintai, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
D.
Filsafat hidup (Philosophy of life).
Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan
menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang
yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan
tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.
E.
Kemampuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional security).
Masalah disini adalah masalah yang menyinggung drives
spesifik (misalnya, menerima dorongan seks, memuaskan sebaik mungkin, tidak
menghalangi tetapi juga tidak membiarkan bebas) dan mentoleransi frustasi,
perasaan seimbang.
F. Realistic perceptions, skill, assignments,
Kemampuan memandang orang, obyek dan situasi seperti
apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah , memiliki keterampilan yang
cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya, dapat memenuhi kebutuhan
ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau tingkah laku destruksi
diri lainnya.
Referensi:
Hall, S Calvin. 1993. Teori-teori Sifat
dan Behavioristik. Yogyakarta : Kanisius
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi
Kepribadian. Jakarta : Rajawali Pers
Hand Out pengantar Psikologi Kepribadian,
non Psikoanalitik.